Archive for Februari, 2011

KENAIKAN HARGA KEDELAI MENGANCAM PANGAN

KENAIKAN HARGA KEDELAI MENGANCAM PANGAN

 

Kedelai (kadang-kadang ditambah “kacang” di depan namanya) adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu, dan tempe. Berdasarkan peninggalan arkeologi, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 3500 tahun yang lalu di Asia Timur. Kedelai putih diperkenalkan ke Nusantara oleh pendatang dari Cina sejak maraknya perdagangan dengan Tiongkok, sementara kedelai hitam sudah dikenal lama orang penduduk setempat. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Penghasil kedelai utama dunia adalah Amerika Serikat meskipun kedelai praktis baru dibudidayakan masyarakat di luar Asia setelah 1910.

 

Mungkin hanya sedikit sekali orang di Indonesia yang tidak mengenal atau belum pernah mengkonsumsi tempe, salah satu produk makanan tradisional yang khas rasa dan proses pembuatannya. Tempe telah dikonsumsi oleh anak-anak hingga orang tua, di pedesaan hingga di meja restauran serta di berbagai etnis di Indonesia. Bisa dikatakan bahwa tempe merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia meskipun ironisnya, konon hak paten dari beberapa item produk turunan tempe justru tidak dimiliki oleh Indonesia, melainkan Jepang. Tempe, seharusnya menjadi alternatif sumber protein yang harganya tidak lebih mahal dari sumber protein yang lain.
Kedelai, sebagai bahan baku tempe, selain mengandung zat gizi tetapi secara alami mengandung zat anti gizi antara lain Tripsin Inhibitor , Asam Fitat, saponin serta anti gizi yang lain. Tripsin inhibitor adalah senyawa yang menghambat aktivitas Tripsin. Padahal, Tripsin adalah enzim pencerna protein yang dihasilkan oleh pangkreas. Jika Tripsin terblokir oleh Tripsin inhibitor maka aktivitas Tripsin dalam mencerna protein menjadi terhambat, artinya protein yang terdapat dalam makanan menjadi tidak dapat dicerna oleh tubuh atau sia-sia terbuang. Sedangkan Asam Fitat akan mengikat mineral seng, besi dan kalsium dalam makanan dan berdampak pada ketidakketersediaan mineral tersebut pada makanan. Saponin banyak terdapat pada kulit kedelai yang menyebabkan rasa pahit. Sebenarnya, senyawa-senyawa anti gizi tersebut di atas dapat dinetralisir/inaktivasi dengan pemanasan yang sempurna.
Selain kedelai, komponen produksi tempe yang lain adalah bahan bakar (minyak tanah/kayu), air (PDAM), listrik. Permasalahannya adalah komponen produksi tersebut di atas sudah mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan, sedangkan harga jual tempe khususnya di berbagai pasar tradisional di Surabaya relatif tidak berubah atau sulit di naikkan. Kedelai yang digunakan pada umumnya adalah kedelai import (Amerika) yang harganya berfluktuatif ,tergantung dari nilai tukar dollar terhadap rupiah. Sekarang ini sekitar Rp. 7.000-an/Kg. Akibatnya banyak pengusaha/pengrajin tempe (terutama yang pemula) yang berimprovisasi pada tahapan proses pembuatan untuk menekan biaya produksi. Yang penting bagi para pengrajin, “pokoknya” tempe jadi. Tetapi mungkin karena ketidaktahuan mereka, justru improvisasi yang mereka lakukan akan menghasilkan produk tempe yang berkualitas rendah dan bahkan bisa jadi bersifat anti gizi.
Improvisasi yang dilakukan para pengrajin, terutama pengrajin baru antara lain dalam hal pemanasan. Untuk menghemat jumlah pemakaian bahan bakar, mereka hanya melakukan satu kali pemanasan dari normal dua kali pemanasan serta waktu pemanasan diperpendek. Biasanya mereka merendam kedelai dahulu, kemudian dipisahkan kulitnya baru direbus. Memang kedelai yang direndam akan menyerap air dan lebih cepat empuk kalau direbus. Tetapi, mungkin tanpa mereka sadari bahwa percepatan waktu pemanasan dan pengurangan frekwensi pemanasan akan menyebabkan tidak sempurnanya proses inaktivasi senyawa anti gizi alami pada kedelai. Tripsin inhibitor serta asam fitat masih berada dalam bentuk aktif. Hal ini akan menyebabkan keberadaan protein dan mineral yang masuk ke dalam tubuh dari sumber makanan yang lain menjadi muspro. Dan ini akan semakin memperparah kondisi kurang gizi dari masyarakat kebanyakan .
Sebenarnya hal ini juga berdampak negatif bagi konsumen tempe, tetapi masalahnya adalah konsumen tidak menyadari, kalau sebenarnya mereka sangat dirugikan, karena tidak mengalami dampak langsung setelah mengkonsumsi tempe berkualitas rendah, seperti keracunan makanan misalnya. Yang penting bagi mereka adalah harganya murah. Konsumen mungkin tidak mengetahui/menyadari bahwa tempe yang mereka konsumsi telah mengalami degradasi kandungan protein serta kandungan vitamin B12. Juga justru tempe yang mereka konsumsi bisa jadi berpotensi dapat menyebabkan hilangnya protein dan mineral dari sumber makanan lain yang dikonsumsi. Sederhananya begini dengan mengkonsumsi tempe, kita bisa tidak mendapat tambahan protein dan mineral tetapi malah kehilangan zat gizi tersebut dari sumber makanan yang lain.

Jadi, kenaikan harga bahan baku kedelai sangat berdampak pada kestabilan pangan dan kestabilan proses pembuatan yang dilakukan oleh para pengrajin tempe. Sedangkan dampak secara tidak langsung bagi konsumen adalah semakin rendahnya kualitas tempe yang dihasilkan, yang diikuti dengan semakin rendahnya kualitas dan kuantitas zat gizi yang diasup. Mengingat nilai ekonomis, budaya dan gizi tempe yang cukup strategis, maka permasalahan harga bahan baku kedelai yang semakin tidak terjangkau, akan menjadi permasalahan jangka panjang yang cukup serius dan harus segera diatasi, karana banyaknya personal yang terlibat dalam industri ini.
Beberapa langkah yang mungkin bisa dilakukan adalah pertama, dalam jangka pendek instansi terkait harus dapat menghentikan laju kenaikan harga kedelai saat ini. Juga harus ada subsidi untuk harga kedelai, paling tidak untuk sementara ini. Koperasi Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) mungkin dapat lebih dioptimalkan perannya tidak sebatas pada hanya sebagai penyalur kedelai saja, tetapi juga sebagai pembina proses dan inovasi produk olahan tempe misalnya. Selain itu dalam jangka panjang perlu dilakukan pembinaan kepada para pengrajin tempe mengenai standarisasi proses pembuatan yang normal sehingga dihasilkan produk yang berkualitas standart. Pembinaan ini harus selalu terpogram rapi, terus menerus dan berkelanjutan. Mungkin hal ini bisa dilakukan oleh dinas terkait, misalnya Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Kesehatan atau melibatkan kalangan akademisi.

 

Sumber : http://www.untag-sby.ac.id/index.php?mod=berita&id=168

Leave a comment »

Kereta Jepang

Kereta Tercepat di Dunia

 

Tōkaidō Shinkansen adalah jalur kereta kecepatan tinggi Shinkansen antara Stasiun Tokyo dan Stasiun Shin-Osaka yang dioperasikan JR Central. Stasiun ini dibuka pada tahun 1964, bersamaan dengan diselenggarakannya Olimpiade Tokyo. Dengan jumlah 4,5 miliar penumpang yang tercatat pada Maret 2007, jalur ini adalah jalur kereta kecepatan tinggi yang paling banyak digunakan di dunia.

Kereta kecepatan tinggi adalah transportasi massal dengan menggunakan rel dengan kecepatan di atas 200 km/jam (125 mil/jam).

Biasanya kereta kecepatan tinggi berjalan dengan kecepatan antara 250 km/jam (150 mil/jam) sampai 300 km/jam (180 mil/jam). Meskipun rekor kecepatan dunia untuk kereta beroda dipecahkan pada tahun 1990 oleh kereta Prancis TGV yang mencapai kecepatan 515 km/jam (320 mpj), sedangkan kereta maglev eksperimen Jepang telah mencapai kecepatan 581 km/jam.

Shinkansen juga sering dipanggil kereta peluru) adalah jalur kereta api cepat Jepang yang dioperasikan oleh empat perusahaan dalam grup Japan Railways.

Shinkansen merupakan sarana utama untuk angkutan antar kota di Jepang, selain pesawat terbang. Kecepatan tertingginya bisa mencapai 300 km/jam.

Nama Shinkansen sering digunakan oleh orang-orang di luar Jepang untuk merujuk kepada kereta apinya, namun kata ini dalam bahasa Jepang sebenarnya merujuk kepada nama jalur kereta api tersebut.

Sejarah

Pembangunan Tōkaidō Shinkansen dimulai pada 20 April 1959 dan memulai operasi pada 1 Oktober 1964. Kala itu perjalanan dari Tokyo ke Shin-Osaka ditempuh dalam empat jam. Setahun kemudian masa tempuh ini diperbaiki menjadi 3 jam 10 menit. Pada tahun 2007, perjalanan dari Tokyo ke Shin-Osaka hanya memerlukan 2 jam 25 menit. Jumlah penumpang yang diangkut mencapai 100 juta pada tahun 1967, 1 miliar pada 1976, dan 4,16 miliar pada tahun 2004.

Jenis layanan dan kereta

Ada tiga jenis layanan pada jalur ini: Nozomi, Hikari, dan Kodama. Jenis Nozomi yang merupakan yang tercepat diperkenalkan pada tahun 1992 sementara Hikari dan Kodama (paling lambat) telah ada sejak tahun 1964. Layanan jenis Kodama berhenti di seluruh stasiun.

Rangkaian kereta yang digunakan saat ini adalah:

  • Seri 300 Nozomi / Hikari / Kodama
  • Seri 500 Nozomi
  • Seri 700 Nozomi / Hikari / Kodama
  • Seri N700 Nozomi / Hikari

Informasi

Jenis Shinkansen

Lokasi Jepang

Depo Tokyo Shin-Osaka

Jumlah stasiun 17 Operasi

Dibuka 1 Oktober 1964

Pemilik JR Central

Operator JR Central / JR West

Rangkaian Seri 300/500/700/N700 Data teknis

Panjang jalur 515,4 km

Lebar sepur 1.435 mm

Listrik 25 kV AC, 60 Hz, overhead catenary

Kecepatan operasi 270 km/jam

 

http://id.wikipedia.org/wi

 

ki/T%C5%8Dkaid%C5%8D_Shinkansen

Leave a comment »

TOKYO

Tokyo

 

Tokyo (harafiah: ibu kota timur) adalah ibu kota Jepang sekaligus daerah terpadat di Jepang, serta daerah metropolitan terbesar di dunia berdasarkan jumlah penduduknya (33.750.000 di perkotaan dan sekitarnya).

Sekitar 12 juta orang tinggal di Tokyo dan ratusan ribu lainnya berpulang pergi setiap hari dari daerah sekitarnya untuk bekerja dan berbisnis di Tokyo. Tokyo adalah pusat politik, ekonomi, budaya dan akademis di Jepang serta tempat tinggal kaisar Jepang dan kursi pemerintahan negara, dan sekaligus merupakan pusat bisnis dan finansial utama untuk seluruh Asia Timur.

Tokyo mempunyai jauh lebih sedikit gedung pencakar langit dibandingkan dengan kota lain yang seukurannya karena peraturan konstruksi gempa buminya. Bangunan di Tokyo kebanyakan terdiri dari apartemen tingkat rendah (6 hingga 10 lantai) dan rumah keluarga yang sempit. Tokyo juga merupakan lokasi sistem transportasi massal paling kompleks di dunia, dan terkenal akan jam-jam sibuknya yang padat.

Tokyo secara harafiah berarti “ibu kota timur” dalam bahasa Jepang, arti yang berlawanan dengan ibu kota lama di barat, Kyoto, yang dinamakan “saikyo”, berarti “ibu kota barat” untuk jangka waktu yang pendek pada abad ke-19. Hingga tahun 1870-an, Tokyo bernama “Edo”. Ketika pusat kekaisaran berpindah dari Kyoto ke Edo, namanya pun diganti.

Tokyo asalnya merupakan desa perikanan kecil yang bernama Edo. Pada tahun 1457, Ota Dōkan membangun Istana Edo. Pada tahun 1590, Tokugawa Ieyasu berbasis di Edo, dan setelah menjadi shogun pada tahun 1603, kota ini menjadi pusat administrasi tentaranya untuk seluruh negara. Pada zaman Edo, Edo menjadi salah satu kota terbesar di dunia dengan jumlah penduduk mencapai sejuta orang menjelang abad ke-18.

Edo menjadi ibukota de facto di Jepang meskipun kaisar tinggal di Kyoto, ibu kota kerajaan. Setelah sekitar 263 tahun, pemerintah shogun digulingkan di bawah bendera pemulihan pemerintahan kaisar. Pada tahun 1869, ketika Kaisar Meiji pindah ke Edo di usia 17 tahun, Tokyo sudah menjadi pusat politik dan kebudayaan negara, kemudian dijadikan ibu kota kerajaan de facto oleh istana sementara bekas Istana Edo menjadi Istana Kerajaan. Kota Tokyo didirikan lalu tetap menjadi ibu kota negara sehingga status kotanya dicabut pada tahun 1943 untuk digabungkan dengan “Wilayah Metropolitan” Tokyo.

Sayangnya, Tokyo mengalami dua bencana hebat pada abad ke-20, tetapi untungnya kota ini dapat pulih dari keduanya. Salah satunya adalah gempa bumi Kantō 1923 yang menyebabkan 140.000 penduduk tewas atau hilang,dan yang kedua adalah Perang Dunia II, ketika Tokyo dibom bertubi-tubi pada tahun 1944 dan 1945, menyebabkan 75.000 hingga 200.000 orang tewas dan separuh kota hancur.

Setelah perang, Tokyo dibangun kembali, dan berkilauan di mata dunia ketika Olimpiade Musim Panas 1964 diadakan di kota ini. Zaman 1970-an menyaksikan pembangunan pencakar langit seperti Sunshine 60, konstruksi bandara baru yang kontroversial di Narita (yang agak jauh dari perbatasan kota) pada tahun 1978, dan peningkatan jumlah penduduk hingga sekitar 11 juta (dalam lingkungan wilayah metropolitan).

Jaringan kereta bawah tanah dan komuter Tokyo menjadi salah satu yang tersibuk di dunia karena semakin banyak orang yang pindah ke wilayah Tokyo. Pada 1980-an, harga properti melangit dalam penggelembungan harga aset Jepang. Setelah gelembung itu meledak pada 1990-an, banyak perusahaan, bank, dan banyak orang yang terikat utang hipotik, sehingga terjadilah resesi besar yang membuat era 1990-an sebagai “dekade hilang” di Jepang, tetapi kemudian berangsur-angsur membaik.

Proyek reklamasi tanah di Tokyo juga berlanjut selama berabad-abad lamanya, terutama di wilayah Odaiba yang dijadikan daerah belanja dan hiburan utama.

Transportasi

Sebagai pusat Wilayah Tokyo Raya, Tokyo adalah pusat transportasi kereta api, darat dan udara domestik dan internasional di Jepang. Transportasi umum di dalam Tokyo didominasi oleh jaringan kereta dan kereta bawah tanah yang “bersih dan efisien”, sementara bus, monorel, dan trem memainkan peran sekunder.

Di Ota, salah satu dari 23 distrik khusus di Tokyo, Bandar Udara Internasional Tokyo (“Haneda”) mewadahi penerbangan domestik dan internasional. Di luar Tokyo, Bandar Udara Internasional Narita, di Provinsi Chiba merupakan gerbang utama untuk perjalanan internasional ke Jepang. Perusahaan-perusahaan penerbangan Japan Airlines, All Nippon Airways, Air Japan dan Delta Air Lines semuanya menjadikan Narita sebagai hub penerbangan.

Beberapa pulau dalam administrasi Tokyo juga memiliki bandara sendiri. Hachijōjima (Bandara Hachijojima), Miyakejima (Bandara Miyakejima), dan Izu Ōshima (Bandara Oshima) menyediakan layanan ke Bandara Internasional Tokyo dan bandara-bandara-bandara lain.

Kereta api adalah metode transportasi utama di Tokyo yang memiliki jaringan rel bawah tanah yang paling luas di dunia. JR East memegang jaringan rel terbesar di Tokyo. Jaringan bawah tanah berada di bawah pengawasan dua organisasi terpisah, yaitu Tokyo Metro milik swasta dan Biro Transportasi Metropolitan Tokyo milik pemerintah. Pemerintah metropolitan dan pengusaha swasta bersama-sama mengoperasikan rute bus. Layanan lokal, regional dan antarnegara juga tersedia, dengan terminal-terminal utama di stasiun-stasiun kereta api besar seperti Tokyo, Shinagawa, dan Shinjuku.

Expressway menghubungkan ibukota dengan tempat-tempat lain di Wilayah Tokyo Raya, Kantō, Kyushu, dan Shikoku.

Salah satu metode transportasi lain di Tokyo adalah taksi, dan juga ferry yang menghubungkan kepulauan-kepulauan dalam administrasi Tokyo.

http://id.wikipedia.org/wiki/Tokyo

Leave a comment »

Menu Japan

MAKANAN JEPANG

 

M

asakan Jepang adalah makanan yang dimasak dengan cara memasak yang berkembang secara unik di Jepang dan menggunakan bahan makanan yang diambil dari wilayah Jepang dan sekitarnya. Dalam bahasa Jepang, makanan Jepang disebut nihonshoku atau washoku.

Sushi, tempura, shabu-shabu, dan sukiyaki adalah makanan Jepang yang populer di luar Jepang, termasuk di Indonesia.

Sushi adalah makanan Jepang yang terdiri dari nasi yang dibentuk bersama lauk (neta) berupa makanan laut, daging, sayuran mentah atau sudah dimasak. Nasi sushi mempunyai rasa masam yang lembut karena dibumbui campuran cuka beras, garam, dan gula.

Asal-usul kata sushi adalah kata sifat untuk rasa masam yang ditulis dengan huruf kanji sushi (酸し?). Pada awalnya, sushi yang ditulis dengan huruf kanji 鮓 merupakan istilah untuk salah satu jenis pengawetan ikan disebut gyoshō yang membaluri ikan dengan garam dapur, bubuk ragi (麹, koji?) atau ampas sake (糟, kasu?). Penulisan sushi menggunakan huruf kanji 寿司 yang dimulai pada zaman Edo periode pertengahan merupakan cara penulisan ateji (menulis dengan huruf kanji lain yang berbunyi yang sama).

Tempura adalah makanan Jepang berupa makanan laut, sayur-sayuran, atau tanaman liar yang dicelup ke dalam adonan berupa tepung terigu dan kuning telur yang diencerkan dengan air bersuhu dingin lalu digoreng dengan minyak goreng yang banyak hingga berwarna kuning muda.

Tempura juga berarti cara menggoreng yang berbeda dengan furai (istilah bahasa Jepang untuk deep fry). Bahan makanan yang digoreng secara tempura dicelup ke dalam adonan tempura, sedangkan bahan makanan yang digoreng secara deep fry dibungkus secara berurutan dengan tepung terigu, kocokan telur, dan tepung panir.

Minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng tempura sebaiknya minyak goreng yang bersih dan belum digunakan untuk menggoreng bahan makanan lain. Di restoran kelas atas yang menyediakan menu tempura, campuran minyak wijen yang harganya mahal dan minyak biji kapas sering dipakai untuk menggoreng tempura. Minyak bunga Camellia yang digunakan pegulat Sumo sebagai minyak rambut juga digunakan di beberapa restoran mahal untuk menggoreng tempura.

Minyak goreng yang dipakai untuk menggoreng tempura sering disebut minyak tempura (天ぷら油, tempura abura?) yang merupakan sebutan untuk berbagai jenis minyak goreng seperti minyak canola, minyak selada, dan minyak bunga matahari.

Shabu-shabu atau shabu shabu adalah makanan Jepang jenis Nabemono berupa irisan sangat tipis daging sapi yang dicelup ke dalam panci khusus berisi air panas di atas meja makan, dan dilambai-lambaikan di dalam kuah untuk beberapa kali sebelum dimakan bersama saus (tare) mengandung wijen yang disebut gomadare atau ponzu. Di dalam panci biasanya juga dimasukkan sayur-sayuran, tahu, atau kuzukiri.

Selain irisan sangat tipis daging sapi, daging lain yang bisa dimakan secara shabu-shabu misalnya daging ayam, daging domba, ikan fugu, gurita dan ikan kakap. Gyūshabu adalah sebutan untuk shabu-shabu daging sapi. Di Hokkaido, shabu-shabu daging domba disebut Ramushabu. Shabu-shabu daging babi disebut Tonshabu atau Butashabu. Di Nagoya dikenal shabu shabu dengan ayam Nagoya Kōchin yang disebut Niwatorishabu.

Asal usul

Di Beijing dan bagian timur laut Tiongkok dikenal masakan bernama shuan yang rou (Hanzi:涮羊肉) berupa irisan tipis daging domba yang dimasak di panci berisi air mendidih dan biasa dinikmati di musim dingin. Masakan ini kemudian dibawa masuk ke Jepang oleh orang Jepang yang pernah tinggal di Manchuria.

Pemilik rumah makan Jūnidanya yang menjual Ochazuke dan Mizutaki di Kyoto mendengar tentang kebiasaan makan di Tiongkok dari orang yang pernah tinggal di sana. Pemilik rumah makan lalu mendapat ide untuk meletakkan irisan tipis daging sapi di atas nasi dan dimakan secara Ochazuke dengan cara menyiramkan teh hijau panas di atasnya.

Di tahun 1952, restoran Suehiro di Osaka mulai menghidangkan masakan dari irisan tipis yang diberi nama Shabu-shabu dan berhasil mendapatkan merek dagang untuk masakan ini pada tahun 1955.

Pada zaman dulu, shabu-shabu dimasak di atas kompor arang, sehingga di tengah-tengah panci shabu-shabu sengaja dibuat lubang seperti cerobong untuk memasukkan arang. Di Tiongkok, panci semacam ini disebut huo guo zi (Hanzi:火鍋子).

Sukiyaki adalah irisan tipis daging sapi, sayur-sayuran, dan tahu di dalam panci besi yang dimasak di atas meja makan dengan cara direbus. Sukiyaki dimakan dengan mencelup irisan daging ke dalam kocokan telur ayam.

Sayur-sayuran untuk Sukiyaki misalnya bawang bombay, daun bawang, sawi putih, shungiku (nama daun dari pohon keluarga seruni), jamur shiitake, dan jamur enoki. Sebagai pelengkap ditambahkan ito konnyaku atau shirataki yang berbentuk seperti soun berwarna bening atau sedikit abu-abu.

Sukiyaki memiliki dua versi, Sukiyaki versi daerah Kansai dan Sukiyaki versi daerah Kanto yang berbeda cara penyajian, jenis bumbu dan rasa.

Menurut Sukiyaki versi Kansai, Sukiyaki hanya dimasak dengan bumbu kecap asin dan gula pasir, sedangkan Sukiyaki versi Kanto dimasak menggunakan saus Warishita yang merupakan campuran dashi, kecap asin, gula pasir, dan mirin yang dimasak terlebih dulu.

Menurut cara Kansai, potongan lemak sapi dicairkan di dalam panci sebelum memasukkan irisan daging sapi. Bumbu berupa gula pasir dan kecap asin dituangkan sekaligus dalam jumlah banyak di atas daging yang sudah matang lalu diaduk-aduk dengan sayur-sayuran hingga matang. Menurut cara Kanto, bumbu warishita dididihkan dulu di dalam panci sebelum semua bahan dimasukkan.

Sejarah

Ada pendapat yang diragukan kebenarannya mengatakan Sukiyaki pada mulanya adalah daging sapi yang dipanggang (bahasa Jepang: yaki) di atas cangkul besi tebal yang disebut suki.

Sebelum restorasi Meiji, orang Jepang tidak pernah memakan daging sapi mematuhi larangan agama Buddha yang melarang konsumsi hewan berkaki empat dan hewan yang digunakan untuk pertanian. Di zaman Meiji toko daging yang pertama dibuka di Jepang (tahun 1867), yang diikuti dengan dibukanya restoran Gyunabe.

Sebelum Perang Dunia ke-2, di daerah Kanto masakan ini lebih dikenal dengan nama Gyunabe (牛鍋?, sapi, panci).

http://id.wikipedia.org/wiki/Masakan_Jepang

Leave a comment »

OBAKE

OBAKE

Obake atau bakemono adalah sejenis yokari dalam cerita rakyat Jepang. Arti harfiah dari kata obake adalah sesuatu yang sangat besar atau sesuatu yang bentuknya aneh.

Istilah bakemono sering diterjemahkan dalam kamus sebagai hantu atau setan, namun istilah ini umumnya dipakai untuk makhluk hidup atau makhluk supranatural yang dapat melakukan transformasi untuk sementara. Oleh karena itu, bakemono berbeda dari arwah orang mati. Meskipun demikian, istilah obake juga sinonim dengan yūrei atau hantu dari arwah orang yang telah meninggal dunia.

Bentuk sebenarnya bakemono dapat berupa hewan seperti rubah (kitsune), anjing rakun (tanuki), musang (mujina), kucing yang dapat mengubah bentuk (bakeneko), arwah tumbuh-tumbuhan kodama, atau benda mati yang dipercaya memiliki arwah dalam kepercayaan Shinto dan tradisi animisme lainnya. Obake yang berasal dari perabot rumah tangga disebut tsukumogami.

Bakemono biasanya menyamar sebagai manusia atau muncul sebagai bentuk yang aneh atau menakutkan, seperti halnya seorang hitotsume-kozō, ōnyūdō, atau makhluk berwajah datar tanpa mata, hidung, dan mulut (noppera-bō). Semua penampakan yang menakutkan umumnya dapat disebut bakemono atau obake, tanpa memandang apakah subjek tersebut dapat berubah menjadi bentuk lain atau tidak. Oleh karena itu, bakemono secara garis besar sering disamakan dengan yōkai.

http://id.wikipedia.org/wiki/Obake

`Problem suhu yang menggigit pada musim panas di Jepang menggulirkan solusi unik. Sejak 1898, warga di negara itu “mentradisikan” berkunjung ke rumah hantu atau obake yashiki setiap musim panas tiba.

“Kami telah menjalankan bisnis rumah hantu selama 19 tahun ini, untuk memuaskan para pemburu rasa takut,” kata juru bicara taman bermain Dome, Yoshinosuke Goto, Kamis (2/9). “Tahun ini, kami khusus buka dengan jangka waktu lebih panjang dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.”

“Tradisi” itu ternyata terkait kepercayaan warga Jepang yang sebagian besar beragama Buddha. Konon, roh-roh leluhur akan datang kembali pada waktu tertentu. Mereka percaya, ketika manusia merasa ketakutan, maka suhu tubuh akan turun dan menyebabkan perasaan dingin untuk sementara waktu.(reuters/SHA)

http://gayahidup.liputan6.com/berita/201009/294511/Menikmati.Rumah.Hantu.di.Musim.Panas

Leave a comment »

Harajuku

Harajuku adalah sebutan populer untuk kawasan di sekitar Stasiun JR Harajuku, Distrik Shibuya, Tokyo. Kawasan ini terkenal sebagai tempat anak-anak muda berkumpul. Lokasinya mencakup sekitar Kuil Meiji, Taman Yoyogi, pusat perbelanjaan Jalan Takeshita (Takeshita-dōri), department store Laforet, dan Gimnasium Nasional Yoyogi. Harajuku bukan sebutan resmi untuk nama tempat, dan tidak dicantumkan sewaktu menulis alamat.

Sekitar tahun 1980-an, Harajuku merupakan tempat berkembangnya subkultur Takenoko-zoku. Sampai hari ini, kelompok anak muda berpakaian aneh bisa dijumpai di kawasan Harajuku. Selain itu, anak-anak sekolah dari berbagai pelosok di Jepang sering memasukkan Harajuku sebagai tujuan studi wisata sewaktu berkunjung ke Tokyo.

Sebetulnya sebutan “Harajuku” hanya digunakan untuk kawasan di sebelah utara Omotesando. Onden adalah nama kawasan di sebelah selatan Omotesando, namun nama tersebut tidak populer dan ikut disebut Harajuku.

Sebelum zaman Edo, Harajuku merupakan salah satu kota penginapan (juku) bagi orang yang bepergian melalui rute Jalan Utama Kamakura. Tokugawa Ieyasu menghadiahkan penguasaan Harajuku kepada ninja dari Provinsi Iga yang membantunya melarikan diri dari Sakai setelah terjadi Insiden Honnōji.

Di zaman Edo, kelompok ninja dari Iga mendirikan markas di Harajuku untuk melindungi kota Edo karena letaknya yang strategis di bagian selatan Jalan Utama Kōshū. Selain ninja, samurai kelas Bakushin juga memilih untuk bertempat tinggal di Harajuku. Petani menanam padi di daerah tepi Sungai Shibuya, dan menggunakan kincir air untuk menggiling padi atau membuat tepung.

Di zaman Meiji, Harajuku dibangun sebagai kawasan penting yang menghubungkan kota Tokyo dengan wilayah sekelilingnya. Pada tahun 1906, Stasiun JR Harajuku dibuka sebagai bagian dari perluasan jalur kereta api Yamanote. Setelah itu, Omotesando (jalan utama ke kuil) dibangun pada tahun 1919 setelah Kuil Meiji didirikan.

Setelah dibukanya berbagai department store pada tahun 1970-an, Harajuku menjadi pusat busana. Kawasan ini menjadi terkenal di seluruh Jepang setelah diliput majalah fesyen seperti Anan dan non-no. Pada waktu itu, kelompok gadis-gadis yang disebut Annon-zoku sering dijumpai berjalan-jalan di kawasan Harajuku. Gaya busana mereka meniru busana yang dikenakan model majalah Anan dan non-no.

Sekitar tahun 1980-an, Jalan Takeshita menjadi ramai karena orang ingin melihat Takenoko-zoku yang berdandan aneh dan menari di jalanan. Setelah ditetapkan sebagai kawasan khusus pejalan kaki, Harajuku menjadi tempat berkumpul favorit anak-anak muda. Setelah Harajuku makin ramai, butik yang menjual barang dari merek-merek terkenal mulai bermunculan di Omotesando sekitar tahun 1990-an.

http://id.wikipedia.org/wiki/Harajuku

Leave a comment »